CEKDATA – Kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat, telah menggeser pola-pola interaksi komunikasi di ruang publik.
Sumber informasi dan berita yang selama ini disediakan oleh media massa atau media konvensional banyak diambil peran oleh media sosial yang menjadi sumber informasi baru.
Hal itu disampaikan Marsda TNI Arif Mustofa, Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam, saat membuka Forum Koordinasi dan Konsultasi, di Tangerang, Kamis (27/10/2022) lalu.
“Kehadiran media sosial sebagai sarana bersosialisasi, berkomunikasi serta bertukar informasi, telah mengubah cara kita berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu,” katanya.
Namun, dirinya mengingatkan agar kita tidak mudah percaya apapun yang ada di media sosial. Terlebih informasi yang belum teruji kualitas dan kebenarannya di ruang digital.
“Fenomena baru ini telah mengakibatkan beredarnya informasi yang secara masif, yang bersifat disinformasi, misinformasi dan bahkan hoaks,” ujarnya.
Rusaknya moral masyarakat hingga timbulnya konflik sosial antar warga sampai dengan ancaman kedaulatan nasional adalah dampak yang ditimbulkan beredarnya konten-konten negatif.
Sebagai negara berdemokrasi, Arif menegaskan bahwa Indonesia menjamin kebebasan berekspresi dan berkomunikasi yang dilakukan masyarakat dalam ruang publik.
“Namun melihat secara luas dalam lingkup bernegara, ancaman radikalisme, terorisme, hoaks dan kejahatan siber lainnya merupakan potensi kerawanan yang harus dikelola secara tepat, baik dari hulu maupun hilir,” ungkap Arif.
Di kesempatan yang sama, Anthonius Malau, Plt. Ditektur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemkominfo mengatakan kecepatan klarifikasi dari Kementerian/Lembaga sebagai pemangku peraturan perundangan sangat diperlukan dalam melawan penyebaran hoaks.
“Ada studi mengatakan bahwa hoaks itu bergerak 20 kali lebih cepat daripada klarifikasinya, oleh karena itu kecepatan dalam mengcounter suatu informasi (bohong) itu sangat dibutuhkan,” kata Anthonius Malau.